Senin, 12 Desember 2011

Lack of Light

we are free. we are kids. we are young. we are restless. we are unstoppable. we are one. we are many.

and we are out of control.

Minggu, 04 Desember 2011

Kerumunan Bermulut Aktif

aku tidak pernah menyangka kalau aku akan terperangkap selama beberapa belas jam di warung ini. warung yang penuh manusia dan sedikit hewan, bersuka-cita dan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. semua moda eksekusi komunikasi dipraktekkan dan (sesekali) dinikmati oleh mereka, manusia dan hewan yang ada di sana. aku? aku tidak ikut mereka. tidak ada "dia" atau "kamu" atau "mereka" di depanku untuk menumpahkan karbon dioksida yang menggetarkan pita suara lalu keluar lewat mulut. membentuk kata-kata yang kadang waktu tidak jelas.

entah apa entah siapa atau mungkin juga bagaimana. tidak ada yang keluar dari mulutku. selama beberapa belas jam ini aku hanya melakukan input tanpa output. memesan makanan pun lewat tulisan. beberapa jam lagi terjebak di tempat ini dan aku akan menjadi seorang sastrawan yang - mudah-mudahan - bersertifikat. kerjaku hanya menulis tanpa menggerakkan bibir. a, i, u, e, o. ba, bi, bu, be, bo. urutan abjad vokal dan konsonan saling merenggut dan menggeliat, berpegangan erat dengan ujung jariku yang menekan tuts dengan aktif. tidak ada yang selesai. tetapi, aku lupa memberi kata "tetapi": di awal kalimatku tadi. gagal sudah aku menjadi sastrawan.

tiga puluh menit lewat dari huruf pertama tulisan ini. aku tidak sempat membaca. hanya berpikir dan menulis. berpikir tentang apa saja, berpikir tentang apa saja. aku tidak menulis untuk menyambung hidup ataupun menambah uang saku.

orang-orang dan hewan-hewan masih saja berbincang dan berbicara tentang apa saja. ingin sebenarnya aku menulis apa yang mereka semua bicarakan. kenapa itu bisa seru sekali?

tetapi yang kudengar hanya dengkuran.

bagaimana aku menulis dengkuran?


yogyakarta, 5 desember 2011
extra j*ss dan kretek nasional
sadar setengah sadar

Minggu, 20 November 2011

Malu

"adakah yang ingin berlayar lagi?" tanya sang ayah kepada dua anaknya yang baru saja mendengarkan ceritanya dengan diam dan mata terbelalak. ingin tahu dan senang, juga penasaran. bukanlah terbelalak karena ketakutan atau terkejut. bagaimana mereka bisa terkejut dan ketakutan kalau yang diceritakan adalah sebuah petualangan seru ke dunia khayal yang tidak terjangkau oleh lima indera mereka? ayah mereka memang seorang yang istimewa. apa yang diceritakannya selalu bernafas dan bergerak di depan mata dua anaknya. berbisik lalu berteriak untuk lubang telinganya. mengelus lembut lalu sesekali menampar kulit muda mereka. semuanya ada dan semuanya nyata, lagi tidak terjangkau. benar-benar ajaib.

sang ayah hanya bercerita tentang seorang yang berlayar meninggalkan rumahnya untuk mencari pengalaman. berbekal nasi kepal dan air putih secukupnya. rakitnya pun hanya dari beberapa batang kayu yang disusun asal-asalan, lebih mirip ikatan kayu bakar daripada rakit sederhana. tapi toh itu bisa mengapung. setidaknya membawanya selangkah menuju dunia yang lebih luas. selangkah menuju keberadaan yang lebih sempit.

berlayar dan berlayar, semakin jauh dari daratan menuju daratan lain yang semakin mendekat. rakitnya masih bertahan dan semakin kuat seiring dengan ombak yang setia menghajarnya. beberapa monster laut: naga, ikan, leviathan, cumi-cumi raksasa sampai gorilla setengah ular beberapa kali menghalangi pelayarannya. namun dengan kekuatan dan keteguhan dia bisa menghadapinya. segalanya menjadi catatan manis keberhasilan dalam perjalanan. semakin dekatlah dia dengan tanah tujuannya. tanah emas dan masa muda abadi.

sampai akhirnya dia sampai di tanah emas itu. segalanya berkilau sampai ujung cakrawala. emas tanpa akhir. masa muda tanpa akhir.

di mana sang ayah sedang berada di ambang perceraian.

lalu sang ayah menangis.

"dia seharusnya malu"


Yogyakarta, 21 November 2011
1.59 pagi
tanpa rokok dan teh dingin
semua senang

Senin, 14 November 2011

Membuat Tuhan Mengerti

Setelah bersimpuh, bermusik, diam, bersimpuh sambil bermusik.
Berjalan-jalan dibutakan arah - oleh arah? - kembali ke awal.
kalau kata Soekarno: Jas Merah. Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah
Lalu tuhan melihat ke belakang.
Mengerti dan tidak paham.
Masih banyak bersimpuh dan bermusik dalam diam dan lamunan.

meledak!

Membuat Tuhan Bermain Musik

Aku di tengah laut kerumunan,
dihempas ide dan inspirasi.
dua juta pasang otak kiri-otak kanan menjurus pada pemusnahan.

Aku di tengah pantai ketenangan.
melihat kuda putih yang tidak kasat mata.
bergeming di antara deru ombak kerumunan dan perseteruan.

Aku di tengah gempa bumi.
mendengar sitar dan tabla mengisi kosong.
berdansa dengan hidup, tanpa makna tanpa dosa, kemudian mati.

Aku di tengah hutan putus asa.
berkuda menuju cahaya. putih dan membutakan.
lupa jiwa raga.

Aku di tengah para malaikat dan secarik kertas.
menjadi abu bagi yang kalah. menjadi arang bagi yang berperang.
tuhan dan musik surgawinya, tanpa batas. lemas.

Bermainlah dari nada E minor, tuhan. Kita tidak diam.

Membuat Tuhan Bersimpuh

dengan tulisan ini, saya akan membuat tuhan bersimpuh. entah untuk tujuan apa ataupun untuk permintaan apa. apapun. tuhan akan bersimpuh. kepada siapa akan bersimpuh itu tidak penting. tuhan tidak bisa dituliskan dengan "adalah". tetapi tuhan omnipoten. katanya bisa melakukan apa saja. 

pertama, kita bercermin. kita harus melihat lawan dari diri kita untuk membuat tuhan bersimpuh. kita bercermin dan perhatikan dengan seksama setiap lekuk yang digambarkan oleh cermin tersebut. setiap helai bulu yang menempel di gambar yang diproyeksikan oleh cermin tersebut. setiap inci kulit yang tergambar di cermin tersebut. lalu kita berpikir tentang semua detail kecil yang kita tangkap dari cermin tersebut.

kedua, kita angkat tangan ke udara. satu tangan saja. pilih tangan kesukaan kita. tangan yang biasa kita pakai untuk menyalami orang tua kita maupun yang kita pakai untuk membersihkan dubur kita dari kotoran yang tertinggal. setelah kita angkat tangan kita, pikirkan semua hal buruk yang pernah kita rasakan dari kita kecil hingga saat kita mengangkat satu tangan kita. 

ketiga dan terakhir, kita berlutut dan bersimpuh di hadapan cermin tadi. satu tangan terjulur. tetap berpikir akan detail-detail kecil. pejamkan mata kita. detail-detail kecil. karena hal tersebutlah yang membangun dunia yang besar dan seakan tanpa batas ini.

dan lihatlah.

tuhan telah bersimpuh.

Minggu, 18 September 2011

Dedaunan Itu Tidak Oval

Pernah ada yang menanyakan kepada Luthfi tentang ada dan tidaknya zat tertinggi bernama "tuhan". Luthfi tidak pernah menjawabnya selain dengan tawa kecil dan senyum simpul. Lebih lanjut lagi ketika substansi jahat setengah-sadar menjalar di dalam tubuh layaknya jaringan bis kota. Semakin lepas tawanya dan semakin lebar senyumnya.

Selain itu, tidak pernah ada kata. Meluncur sebagian pun tidak pernah.

Lain kesempatan, beberapa anggota khalayak tempat Luthfi berasyik-masyuk dengan buku juga bertanya tentang komunisme dan liberalisme. Lagi-Lagi Luthfi kikir akan kata. Lebih banyak senyum melintas daripada aksara yang sekedar merangkak. Ringan, sebenarnya. Menjawab keingintahuan seperti itu bukanlah sulit maupun mudah bagi Luthfi. Sejenak berpikir akan kepuasan sang konsumen juga bukan menjadi halangan. Namun, selalu mengalirlah sang senyum dari situ. Dari paras sederhana itu.

Selain itu, tidak pernah ada kalimat. Meluncur sebagian pun tidak pernah.

Tempat berbeda, waktu berbeda, kawanan yang berbeda pula. Kali lain Luthfi ditanya tentang kehidupan jalanan. Tempat di mana Luthfi menghabiskan sebagian besar hidupnya. Panggung di mana Luthfi biasa mengumpulkan fragmen mimpinya yang tercecer sepanjang trotoar abadi itu. Jawab rupanya tetap bukan pilihan. Derai tawa dan (lagi-lagi) senyum tertumpah dari wajahnya. Mungkin sejarahnya jelek dan memalukan, kita tidak pernah tahu. Atau mungkin mimpinya terlalu muluk? Tidak bisa disangkal juga. Semua tertinggal dalam andai.

Selain itu, tidak pernah ada alinea. Meluncur sebagian pun tidak pernah.

Hari ini Luthfi sedang ingin berujar. Dia ingin menjawab. Namun penanya tidak pernah ada di sana. Di hadapannya. Mereka sibuk dengan Yang-Maha-Kuasa mereka masing-masing. Luthfi tetap berujar meski tidak ada wadah.

Tuhan itu apa? Abstrak adalah bukan-bukan abstrak. Apa yang manusia tidak bisa memanusiakan yang nirfana.
Komunisme dan liberalisme bukan untuk dicerna. Mereka datang untuk pergi dan datang lagi. Semua tergantung permintaan dan penawaran.
Jalanan bukan jalan. Berbeda pada tingkat pondasi lebih berbahaya daripada tidak mengetahui apa-apa.

Dan dedaunan itu tidak oval.


-Yogyakarta, 19 September 2011-
Rokok "proletar" dan musik dangdut sayup-sayup
setengah sadar/setengah mabuk

Kamis, 01 September 2011

Jalan Panjang Menuju Musnah

515 kilometer ke arah timur Jakarta
243 kilometer ke arah selatan Cirebon
3 kilometer ke arah barat laut Yogyakarta

Musnah!

Selasa, 16 Agustus 2011

Pergerakan Tingkat Atom

Dari satu ide kecil berbicara pada ide lainnya, yang sama-sama kecil.
Berpindah tangan ke tangan lainnya, yang sama-sama terjerat.
Melompati sungai dan jeram lainnya, yang sama-sama mengalir.
Berpikir saat berada di persimpangan lainnya, yang sama-sama penuh.

Ide kecil telah terarah menjadi ide besar, yang mulai dari kecil.
Tangan telah melakukan pembantaian, yang tadinya terjerat.
Sungai telah menyatu dengan air asin, yang dulunya mengalir.
Jalan bebas hambatan terasa lengang, yang sebelumnya penuh.

Kita dipermainkan oleh jumlah. Kita diombang-ambingkan fakta.
Kita dipermalukan oleh sejarah. Kita tak bisa melawan waktu.

Sabtu, 13 Agustus 2011

Apa Artinya? Apa Gairahnya?

Aku, kamu, lautan luas menghampar
Oposisi dekat interupsi batas garis pandang
udara kita adalah huruf dan frase
frase membentuk kalimat,
kalimat membangun cerita
Terkungkung dalam sergapan bebas (dan) luas
Bergerak seliar arus setengang sungai
 
Aku, kamu, lautan luas menghampar
Barisan manifestasi nafsu dan ilmu tidak mampu,
Tidak mampu? tidak mau
kita berkawan mati dan agitasi. Tanpa apresiasi.
sisa - sisa kejayaan komoditas kolonial tetap setia  mengawal

Namun,
Namun,
Namun !
 
Aku, kamu, lautan luas menghampar
Ah, Aku tenggelam, kau pun ikut melepas genggaman
senyum berbusana janggal dan tatapan sedalam samudra
nasib kita serupa dengan sang binatang jalang.
 
"kita semua mampus dikoyak sepi"

-Togamas Urip Sumoharjo, YK-
13/8/2011  20:24 WIB
Double espresso & Djarum 76
setengah terlupa

Selasa, 28 Juni 2011

Pagi Buta :: Pagi Buta?

Melihat bunga bertebaran terbawa angin tidak akan menenangkan pagimu.
Yang membangkitkan ketenangan adalah kopi yang enak.
Adalah buku yang bagus.
Adalah buku yang menarik.
Adalah film yang rumit.
Adalah angin yang membelai lembut.
Adalah ketegangan yang merasuk.
Adalah sepi yang membungkam.
Adalah pagi.

Pagi yang indah.
Pagi yang tulus mengayomi.
Pagi yang mengalahkan malam.
Pagi yang tenang.

Bukan pagi buta. Bukan dini hari.

Sabtu, 18 Juni 2011

Bukan Pilihan Yang Kita Semua Ingin dan Pikirkan

Kita adalah robot yang bekerja 24 jam sehari
Merusak seluruh roda gigi dan kotak listrik, dikekang tanpa imajinasi
Imajinasi? Kita terkurung dalam seratus milyar lebih dari mereka
Dengan noktah kecil merasuk ke setiap nanometer persegi permukannya
Kita adalah daun di tengah hutan hujan tropis
Jutaan hektar terbentang pohon-pohon berkedudukan ambigu
Menaungi nasib lantai belantara, bertakdir membuka telapak tangan
Menunggu titik hujan dari penguasa langit yang juga ambigu
Teriakan kita terdengar seperti bisikan di telinga soket daya sang pencipta
Pukulan kita tak lebih sebuah belaian lembut. Meminta lagi, lagi dan lagi
Kita adalah robot. 24 jam sehari tidak ada artinya
Roda gigi dan kotak listrik sudah lama rusak, tetap jua kita bangga

Memang bukan (tidak ada) pilihan untuk kita

Rabu, 15 Juni 2011

Note 9 - Epilogue

The show's over. Let us stand and clap our hands.

Standing ovation.

Note 8 - Let It Be

Let It Be

Beatles

1970

Let It Be

Note 7 - Golden Soil And Diamond Sky


Mind the business and start to harvest stars from the sky. We are the children of the sun. No man to be our father and no saints to be our mother. We are one with the sun and the sky and the soil and the sea. Children of the universe. We need no kings and queens and princes. Nothing goes up front and nothing crawl behind. The audiences are no lords and the serfs must be no one.

We are the wizards and the fruits of knowledge. Gods of nowhere lead us to everywhere. We can’t do nothing. And we don’t end nothing.

The music you’re hearing is the one inside my ears. We are one and one is it. We are one. All we need is bigger space and the universe is no small place. It’s a big place. It’s a palace. It’s the one we adore. We’re the idol. We’re the idol. We aren’t the idol.

Note 6 - For All The People, For All The King's Men


Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone.
Breads and wine for everyone except you.

Note 5 - Surrealist Disco Doomsday


Repent your sins, the Kingdom of Heaven will come to you as soon as possible. There’s no time for crap like rapture. We must take refuge inside the wall. We can’t just stand here outside the heavens.

As the holy scripture talks to you, there’s no turning back. No place for heretics. The balalaika will sing the last of the trumpets. The four horsemen is coming fast. And all the city they pass will turn to dust. 

The doomsday will come to us all outside the wall with the famous disco tunes. Flying rabbits are flying and everybody will die from the laughter. 

Get high with god.

Fly like jesus.

Note 4 - Spoken Truth, Spoken Lies


No one left behind. Behind the cold prison bars. 

I’m not sure. Are we the victims or the survivors? Maybe we’ll never know.

As the shell of the earth melt under the eclipse, under the moon shadow.

The people will gave their power. The kings will grant us the power.

Above and below, we have their power.

Still, i’m not so sure,

Are we the victims or the survivors?

Note 3 - Within You, Without You.

Within You Without You

Beatles

1967

Sgt. Pepper's Lonely Heart Club Band

Note 2 - The Realm of The Diamond Queen


The eye of the world is closed and tonight i can run freely through the only meadow in this known world. Nothing to fear, nothing to listen to. Just run to your heart’s content. No one will see us roaming naked under the heaven. The socket of the world’s eye.

And there goes the Diamond Queen. She walks gracefully, ripping the air around her along her steps.

Her faint steps.

She walks by, denying other’s existence. I can’t help it. Just standing there, in the middle of the meadow. Set my eyes on her.

The eye of the world opens again.