Selasa, 07 Februari 2012

Mimpi Angkasa Dan Surat Dari Bulan

KERTAS adalah putih dengan bercak bulat sempurna di bagian pinggirnya. bercak sewarna endapan kopi. itu pasti kopi. tidak ada pensil untuk mulai menulis, atau menggambar. semesta telah menggantung di depan mata, padahal. menengok perlahan ke kalender meja. simpel. merah dengan beberapa foto hasil teleskop Hubble. sekarang tanggal 23 Februari. tinggal beberapa hari lagi sebelum aku berangkat. 29 Februari. sudah ada lingkaran biru di tanggal itu. 


Aku akan pergi ke Mars.


mimpi manusia yang tertinggal di bulan, 1969, akan tertutup oleh langkahku. dunia akan bangun dari tidurnya. sekarang manusia sudah bisa bermimpi di bulan. 75 tahun terlewat setelah langkah kecil Armstrong. 


yang tentunya adalah langkah besar bagi kemanusiaan.


dari mereka yang tertidur di bulan, dengan segala udara dan gravitasi artifisialnya, mimpi untuk melangkah lagi semakin besar. aku salah satunya. duduk di depan meja kerja dengan secarik kertas kosong bernoda gelas kopi. 


tanggal 23 februari pukul delapan lebih lima menit, waktu Mare Tranquilitatis. Koloni Goddard. Bulan.


aku bangga, sebenarnya. menjadi orang yang dipercaya mewakili langkah manusia menuju semesta. walaupun berbeda ribuan kilometer antara aku di sini dan mereka di "titik biru pucat" itu, langkah kami tetaplah sama. satu kaki menjejak ke depan kaki lainnya. menunggu kejutan semesta dengan debaran jantung tidak karuan. 


Aku, meja kerja, kertas, noda kopi, kalender meja, 23 Februari, bulan.


sejenak terpikirkan: apa kabarnya mereka di sana? bagaimana lautan dan pantai yang menghampar di selatan Yogyakarta? bagaimana rasanya menghirup udara alami dari atmosfir yang bukan hasil kerja manusia? bagaimana rasanya menjejak kaki di tanah tanpa bantuan gravitasi rasa mesin? apa masih sama rasanya berbaring di tanah dan memandang bintang, seperti 24 tahun yang lalu? aku ingat rasanya, waktu aku sekolah dulu sering aku menyelinap ke luar pada malam hari. saat semua sudah tidur. pergi ke kawasan Candi Abang, masih di dekat Prambanan. lalu aku berbaring seadanya di rerumputan, memandang lautan bintang yang terasa jauh. jauh sekali. jarak yang harus kutempuh dan kubayar untuk bisa melewatinya. lalu aku pulang sebelum terang. sebelum semua orang rumah terbangun dan kembali beraktivitas. 


Sekarang aku ada di permukaan bulan. melihat lautan bintang yang sama. hanya saja ditambah "titik biru pucat" yang besar sekali.


namun apa yang kurasa? jarak itu tetap ada. tetap tidak terbatas. walaupun aku telah meninggalkan Candi Abang sejauh ribuan kilometer ke atas. aku tetap merasakan jarak tak terhingga. jika aku sampai Mars nanti, apakah jarakku dengan lautan tersebut akan berkurang? aku, yang ingin segera sampai di lautan itu, apakah akan puas dengan jarak yang akan terpotong nantinya? walau nantinya akan ada koloni baru di Mars dan siap melangkah lagi, apakah jaraknya akan semakin habis? 


Merenung. terdiam. kertasku masih kosong. kertas kosong tanpa ada apa-apa. melambangkan semesta yang maha luas. aku tersesat di dalamnya. 


ah, aku tahu apa yang akan aku tulis di kertas ini.


aku akan menulis tentang rencanaku sepulangnya dari Mars nanti. yah, masih delapan tahun lagi, sih.


tapi tidak apa-apa. toh jarakku dengan lautan utopia tersebut tidak kemana-mana kan?


setelah pulang nanti, aku akan mengajakmu berjalan-jalan keliling bumi dan bulan. setelah itu mungkin aku akan melamarmu. tidak. aku akan melamarmu. bukan mungkin melamarmu. lalu kita akan mempunyai rumah sederhana dan anak-anak yang sempurna. 


dan aku akan mengajak kalian liburan ke laut. lautan bintang yang luas.


memang, jarak antara aku dan lautan itu sangat jauh. tidak bisa dibayangkan. tapi nanti kita akan pergi bersama-sama. dengan anak-anak kita juga. 


mungkin kamu akan bingung dan bertanya kenapa aku berangan-angan seperti itu.


sederhana. Semesta ini terlalu luas jika aku harus berjalan sendiri saja.




-Jakarta, 8 Februari 2012-
05:35 pagi. sebelumnya dibuat di akun twitter saya (@luthfinggihmas) dengan hashtag #angkasa