Sabtu, 05 Maret 2011

Paranoia

Cerita dimulai dengan sepasang kekasih yang menghadapi akhir hubungan cinta mereka. Pertengkaran adalah hal yang lumrah di ujung jurang itu. Segala binatang dan kekejaman manusia di dunia menghambur lewat sepasang mulut anak manusia. hari akhir adalah yang terakhir terlintas dalam pikiran mereka. langit seakan tertawa melihat kenistaan dan keburukan dalam dunia mereka. ya. dunia mereka terpisah dengan dunia lainnya. dan seperti itulah keadaan dalam jagat distopia, setting utama percaturan ini. dunia untuk masing-masing individu. dan kebetulan dunia mereka yang diangkat menjadi cerita,

Peperangan hebat macam Bharatayudha tidaklah memegang tingkat di hadapan dunia mereka. perang negara adikuasa dan digdaya terlihat seperti canda tawa. perkelahian hati di sana-sini, itulah yang menerangi dunia mereka, dua manusia yang berseteru. cinta ada diatas segalanya. caci maki remuk redam keluar hanya karena cinta. da apakah mereka mempertahankan? tidak! seteru dunia justru karena proses pemisahan cinta. masalah menggelembung menjadi tidak manusiawi, padahal mereka terlalu manusia. beradu ide bergulat pikiran hanya karena masalah mereka hidup bersama.

Yah, pertengkaran seperti itu mudahlah kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari. bukan hanya mereka, kehidupan kita sebagai manusia pun sebenarnya bisa saja dijadikan contoh. kita semua ada karena dunia kita ada. kita berbeda dengan orang lain karena dunia kita berbeda. maka dari itulah kesempata ini sangat bagus untuk berkaca, memandang jauh ke dalah dunia bolak-balik tanpa jenuh. pandangan mata kita adalah jalur hidup bayangan kita di sisi lain cermin tersebut. dan berapa kali kita bertengkar karena "cinta"? berapa kali kita berjibaku karenanya? tidak terhitung, mungkin. karena kita tidak bisa lepas dari cinta. entah itu cinta akan apa saja. kita manusia bisa memilih, dan akan memilih cinta kita sendiri.

Bagaimana dengan perseteruan dan dansa di ujung neraka karena cinta, seperti yang diceritakan di awal tadi? itu hanyalah pancingan untuk anda sekalian, pembaca. musuh abadi kita adalah cinta itu sendiri. lalu bagaimana dengan peniadaan cinta agar hidup kita tanpa bencana? jika hal tersebut dijadikan patokan, apa guna kita hidup? ingat, pembaca. hidup kita ada karena cinta ada. cinta itu begitu kuat. begitu menggenggam. begitu hakiki.

Dengan begitu, cinta menjadi sumber ketakutan terbesar kita.

Kita hidup dalam ketakutan, pembaca. Jangan pernah keluar dari ketakutan tersebut.