Anak-Anak kecil bertarung sepanjang garis. Tak terlihat, ya, memang garisnya tak terlihat. Tarung dan kejar. Menarik lengan lawan, singsing lengan baju, selengkat sana selengkat sini, keras tanah merah tanpa hujan, gila. Lalu jerit sakit bercampur dengan semangat. Semua kompak: "Aku lebih dulu!" "Aku lebih pantas!"
(mungkin) mereka terjerat dalam temali berkelindan persaingan. Masih sangat muda pula.
Yah, siapa yang mau kalah, bukan. Tidak ada yang mau tertinggal sendiri di dunia ini. Satu-Satu mereka berjatuhan dan keluar dari garis. Mengaduh, kasihan. Lutut mereka lecet-lecet. Beberapa malah berdarah. Ada yang menyesal bersamaan dengan tubuhnya terjerembab ke tanah: Kenapa? Beberapa lagi menjadi lelah. Mata berkaca dan bulir-bulir jatuhlah. Tangis. Menangisi karena apa yang ditangisi tidak lagi terlihat. Kasihan. Ayo cepat pulang.
Yang tersisa masih meronta. Yang bertahan masih bersaingan. Langit mejadi lembayung menandakan jarak yang mereka tempuh telah lebih jauh dari lapangan ke rumah mereka. Menuju kejayaan, menuju supremasi. Siapa yang giat dialah yang mendapat. Aku harus menang, mereka harus tumbang. Melewati beberapa rumah lagi tanpa sadar kaki mereka sudah gemetaran. Sayup terdengar seruan: "Hati-Hati tersandung." Ah, tidak peduli. Garis yang memandu mereka masih terlihat walaupun sesekali kabur. Itu tandanya mereka harus tetap berlari.
Mereka harus tetap menarik lengan satu sama lain. Menjegal langkah kaki lainnya. Sambil mungkin terus menatap ke depan. Masa muda milik mereka. Lebih dari sekedar layang-layang: Mereka mengejar cita-cita.
Yogyakarta, 28 Juli 2012
01.45 pagi. Teh Lemon Dingin
Diambil dari akun Twitter @luthfinggihmas
Judulnya di sana: Masa Muda Mereka Ada Di Langit
Jumat, 27 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar