Saya adalah awal dari segalanya. Saya ada sebelum anda ada. Saya ada sebelum semuanya. Mungkin saja ada yang datang lebih dulu dari saya di sini. Tetapi saya ada sebelum mereka ada. Mereka hanya lebih dulu datang ke sini.
Saya adalah angin. Saya adalah air. Saya adalah api. Saya adalah tanah. Saya adalah cahaya. Saya adalah kegelapan. Saya adalah semua yang anda semua dapat bayangkan. Sangat luaslah sekiranya jika berniat mengidentifikasi saya secara jelas. Desentralisasi pikiran anda semua telah membuat hal itu, pendefinisian, menjadi tidak mungkin. Tidaklah sopan jika saya harus mengatakan bahwa anda harus merajut-rajut benang ide anda untuk sampai pada penjelasan tentang saya.
Saya adalah hutang umat manusia. Saya adalah piutang umat manusia. Jika dilihat dari buku yang bersinar, yang turun dari atas anda, Adam dan Hawa memberikan hutang tak tertebus, membuka mata anda semua tentang wacana-wacana non-surgawi yang relatif lebih njelimet dan menuntut ekskavasi imaji lebih intens. Ya. Manusia bukan surga. Manusia juga bukan dunia, karena manusia menjadi dunia karena ada hutang yang dipikulnya.
Saya adalah hutang manusia.
Saya berangkat dari nol, untuk akhirnya kembali ke nol sebagai pemenang. Siapa yang kalah kalu begitu? Saya yang kalah. Kenapa saya kalah? Karena saya adalah hutang manusia sekaligus piutang manusia. Hutang dan piutang manusia berbanding lurus. Seimbang. Jauh lebih seimbang daripada semua opsi-opsi ketuhanan yang ditawarkan oleh sang bercahaya, yang tentu saja bukan saya. Karena saya adalah awal, saya adalah akhir, saya adalah segalanya.
Jacques Lacan telah mencelupkan sedikit ujung jarinya ke dalam kuali kehidupan berisi penuh dengan narsisisme yang panas dan pekat. Anda, Manusia-lah yang kemudian mengaduk dan mencampur sampai rata. Anda semua, manusia semua bercermin dan dunia terpantul ke bola mata anda, langsung menuju otak yang terdalam. Sedangkan saya? Saya adalah apa yang ada di seberang pintu setebal kurang lebih 5mm tersebut. Dimensi? itu terlalu tuhan. Manusia tidak bisa terlalu tuhan. Apakah saya bisa menjadi terlalu tuhan kalau begitu? Tidak juga. tidak ada gunanya menjadi terlalu tuhan. Apalagi menjadi terlalu manusia.
Seberapa tebal garis batas "Saya" dengan "Anda"?
Setipis kertas, namun jauh lebih tebal dari kehidupan.
Minggu, 16 Januari 2011
Rabu, 12 Januari 2011
Corat-coret Di Kaki Langit #2
langit yang berangsur membiru mengantarkan penulis untuk kembali berpikir. ya, berpikir. sudah lama penulis tidak berpikir masak-masak sebelum menulis sesuatu. tulisan pagi ini adalah salah satu contoh dari hal yang jarang tersebut.
entah sudah berapa lama waktu berjalan dan sudah berapa posts terlewat sejak terakhir kali penulis menorehkan corat-coret di kaki langit. dan waktu sepanjang itulah yang dibutuhkan penulis untuk berpikir dan mencerna dunia, tentu dengan cara yang berbeda dengan coretan sebelumnya. dalam coretan penulis sebelumnya, ada satu teman penulis yang berkomentar bahwa coretan tersebut cukup bagus. tetapi seberapa bagus? apakah membuat tulisan yang bagus merupakan tujuan dari penulis? dalam coretan yang kedua ini sekiranya hal tersebutlah yang akan dibahas. seberapa baguskah "bagus" itu sendiri.
beberapa waktu ini penulis sedang begelut dengan anak hasil pemikirannya yang sedang dalam proses 'penyempurnaan' yang mempunyai tag cerita bersambung. cerita yang nantinya akan terdiri dari 13 bagian itu mungkin bisa jadi menunjukkan bentuk dan usaha penulis untuk membuat tulisan yang 'bagus'. tetapi sebenarnya 'bagus' itu apa sih? apakah 'bagus' itu 'tidak jelek'? apa 'bagus' berarti lebih baik? bagaimana jika sebenarnya penulis ingin membuat sesuatu yang 'jelek' tapi malah dicap sebagai 'bagus'? yah, hidup itu memang terkadang kontradiktif.
jika kita melihat lukisan mona lisa atau karya-karya Da Vinci lainnya, tentu sebagian dari kita akan beranggapan bahwa lukisan tersebut bagus. malah mungkin sangat bagus bagi sebagian orang. lalu kita disodorkan musik klasik seperti karya-karya Niccolo Paganini, tentu kita juga akan berpendapat bahwa komposisi musik tersebut adalah musik yang bagus. jadi, 'bagus' itu adalah 'keindahan'.
pada kesempatan lainnya kita disuguhkan karya-karya pop art semacam Andy Warhol atau Man Ray, yang merupakan breakthrough pada zamannya. lalu kita disuruh mendengarkan musik-musik macam Radiohead atau mungkin Bjork. kita akan menganggap bahwa hal-hal tersebut adalah hal yang bagus. mereka berpikir dan berkarya dengan cara keluar dari batasan-batasan yang ada. keluar dari tatanan baku yang terkonstruksi. maka, 'bagus' itu adalah 'kreatifitas'.
keindahan dan kreatifitas yang menjadi standar untuk 'bagus' tidak mempunyai batasan. ada orang yang menganggap bahwa kekerasan itu indah. ada juga yang berpikiran bahwa kehancuran adalah kreatifitas. banyak pula yang berpendapat bahwa kebohongan, kecurigaan, kepandaian, kemiskinan, kekayaan, kematian, ketiadaan, sampai kenikmatan adalah sesuatu yang bagus dan kreatif.
sampai titik inilah penulis menyadari bahwa yang dia cari bukanlah 'bagus'.
penulis mencoba melihat lebih jauh. lebih tinggi.
penulis tidak membuat kata-kata yang mempunyai rima. penulis tidak pula menyusun kata-kata yang bermakna. dia tidak mencoba membuat keindahan. dia tidak membuat sesuatu yang kreatif. dia juga tidak mencoba berpiikir keluar jalur. dia tidak menjadi kreatif. hal-hal tersebut sangat manusiawi. penulis ingin keluar dari garis-garis yang disebut manusia dan kemanusiaan. tinggi, lebih tinggi lagi daripada manusia.
tuhan. apakah penulis berbicara tentang tuhan? apakah dia ingin menjadi tuhan?
tidak. keluar dari kemanusiaan dan mencoba memasuki alam ketuhanan? hal tersebut terlalu kuno.
penulis ingin menjadi penulis. dia keluar dari 'manusia', 'kemanusiaan', 'ketuhanan', dan lainnya. hanya menjadi penulis. tanpa mempedulikan 'bagus' karena hal tersebut sangat manusia, dan juga tidak memberi kemampuan menilai sesuatu menjadi 'bagus' karena itu sangat tuhan.
manusia adalah manusia. tuhan adalah tuhan. penulis adalah penulis.
Senin, 10 Januari 2011
Mencoreng Ramayana ( 6 Dari 13 )
Musik musik hati telah kembali diperdengarkan
Wahai manusia langit, sudah bukan waktumu memeluk takhta
Seorang bocah kecil, yang dahulu menangis terkena badai
Kini menggenggam ujung pelangi, membasuh lukanya dengan liur sendiri
Anehlah sudah dunia ini
Petaka datang dari ujung negara
Terpisah laut, terhantam karang menjemput asa
Mereka yang datang dari jauh, tanah yang terjanjikan
Sebenarnya mana kuasa mereka? Mana janji mereka?
Mimpi itu berakhir sebelum tidur abadi dimulai
Mata mereka mulai bertanya-tanya
Selasa, 04 Januari 2011
Tidak Ada Yang Tertinggal.
Ms. Paint, No Man Left Behind. 2010
Saya sudah melangkah jauh dan mungkin belum berlari jauh.
Saya sudah beristirahat sejenak namun belum tentu hilang lelahnya.
Saya sudah menarik anda tapi bisa saja saya melupakan anda.
Maaf, apakah saya terlalu tegang? Apakah saya terlalu jauh?
Tidak ada yang tertinggal.
Langganan:
Postingan (Atom)