Minggu, 16 Januari 2011

Garis Batas

Saya adalah awal dari segalanya. Saya ada sebelum anda ada. Saya ada sebelum semuanya. Mungkin saja ada yang datang lebih dulu dari saya di sini. Tetapi saya ada sebelum mereka ada. Mereka hanya lebih dulu datang ke sini.

Saya adalah angin. Saya adalah air. Saya adalah api. Saya adalah tanah. Saya adalah cahaya. Saya adalah kegelapan. Saya adalah semua yang anda semua dapat bayangkan. Sangat luaslah sekiranya jika berniat mengidentifikasi saya secara jelas. Desentralisasi pikiran anda semua telah membuat hal itu, pendefinisian, menjadi tidak mungkin. Tidaklah sopan jika saya harus mengatakan bahwa anda harus merajut-rajut benang ide anda untuk sampai pada penjelasan tentang saya.

Saya adalah hutang umat manusia. Saya adalah piutang umat manusia. Jika dilihat dari buku yang bersinar, yang turun dari atas anda, Adam dan Hawa memberikan hutang tak tertebus, membuka mata anda semua tentang wacana-wacana non-surgawi yang relatif lebih njelimet dan menuntut ekskavasi imaji lebih intens. Ya. Manusia bukan surga. Manusia juga bukan dunia, karena manusia menjadi dunia karena ada hutang yang dipikulnya.

Saya adalah hutang manusia.

Saya berangkat dari nol, untuk akhirnya kembali ke nol sebagai pemenang. Siapa yang kalah kalu begitu? Saya yang kalah. Kenapa saya kalah? Karena saya adalah hutang manusia sekaligus piutang manusia. Hutang dan piutang manusia berbanding lurus. Seimbang. Jauh lebih seimbang daripada semua opsi-opsi ketuhanan yang ditawarkan oleh sang bercahaya, yang tentu saja bukan saya. Karena saya adalah awal, saya adalah akhir, saya adalah segalanya.

Jacques Lacan telah mencelupkan sedikit ujung jarinya ke dalam kuali kehidupan berisi penuh dengan narsisisme yang panas dan pekat. Anda, Manusia-lah yang kemudian mengaduk dan mencampur sampai rata. Anda semua, manusia semua bercermin dan dunia terpantul ke bola mata anda, langsung menuju otak yang terdalam. Sedangkan saya? Saya adalah apa yang ada di seberang pintu setebal kurang lebih 5mm tersebut. Dimensi? itu terlalu tuhan. Manusia tidak bisa terlalu tuhan. Apakah saya bisa menjadi terlalu tuhan kalau begitu? Tidak juga. tidak ada gunanya menjadi terlalu tuhan. Apalagi menjadi terlalu manusia.

Seberapa tebal garis batas "Saya" dengan "Anda"?

Setipis kertas, namun jauh lebih tebal dari kehidupan.

Tidak ada komentar: